17 Agustus 2009

kapitalisme bidang medis (cakmoki)

Komunikasi Informasi Dan Edukasi Dalam Kesehatan Masyarakat

oleh : Erfandi


Komunikasi informasi dan edukasi merupakan suatu strategi dan metode pendidikan kesehatan dengan meningkatkan hubungan saling percaya dengan klien sehingga dapat membantu perubahan perilaku ke arah yang positif. Konsep komunikasi, informasi dan edukasi diuraikan sebagai berikut.

PENGERTIAN KOMUNIKASI - INFORMASI - EDUKASI

Komunikasi adalah suatu proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau rangsangan dapat berupa suara/bunyi atau bahasa lisan maupun gerakan, tindakan atau symbol-simbol yang dapat dimengerti oleh pihak lain, dan pihak lain tersebut merespon atau bereaksi sesuai dengan maksud pihak yang memberi stimulus

Komunikasi juga diartikan sebagai proses pertukaran informasi atau proses pemberian arti sesuatu. Sedangkan menurut Jane, komunikasi adalah proses yang sedang berlangsung, seri dinamis dari kegiatan yang berkaita dengan pemindahan arti dari pengirim pesan ke penerima pesan

Edukasi dalam konsep ini adalah pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan dalam bidang kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan suatu praktik dan konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan adalah mengajarkan orang untuk hidup dalam kondisi yang terbaik, yaitu berusaha keras untuk mencapai tingkat kesehatan yang maksimum. Pendidikan kesehatan ini dipandang sebagai suatu strategi untuk penurunan biaya melalui pencegahan penyakit (di komunitas/masyarakat) dan menghindari pengobatan medis yang mahal dan dengan menurunkan lamanya hari perawatan dan memfasilitasi pemulangan lebih dini (jika di rumah sakit/klinik)


KOMPONEN KOMUNIKASI - INFORMASI - EDUKASI

Agar terjadi komunikasi yang efektif, diperlukan keterlibatan beberapa unsur/komponen, yaitu:
1) Pengirim atau komunikator (sender).
Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai inisiatif menyampaikan pesan kepada orang lain dalam bentuk verbal maupun non-verbal. Pengirim pesan akan menyampaikan stimulus berupa ide-ide ke dalam bentuk yang dapat diterima oleh orang lain secara tepat.
2) Pesan (message).
Pesan merupakan informasi yang dikomunikasikan kepada orang lain. Informasi adalah hasil dari proses intelektual seseorang. Sedangkan proses intelektual adalah mengolah / memproses stimulus, yang masuk kedalam diri individu melalui panca indra, kemudian diteruskan ke otak / pusat syaraf untuk diolah / diproses dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki seseorang. Setelah mengalami pemrosesan, stimulus itu dapat dimengerti sebagai informasi. Dan informasi ini bisa diingat di otak, bila dikomunikasikan kepada individu atau khalayak, maka akan berubah menjadi pesan. Dengan demikian semua pesan yang disampaikan adalah suatu informasi.
3) Saluran (channel) atau media.
Saluran komunikasi adalah sarana untuk menangkap lambing yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk persepsi yang memberi makna terhadap suatu stimulus atau rangsangan.
4) Penerima atau komunikan (receiver)
Komunikan adalah pihak lain yang diajak berkomunikasi, yang merupakan sasaran dalam kegiatan komunikasi atau orang yang menerima berita atau informasi. Komunikan bisa merupakan individu, sekelompok orang, komunitas, organisasi atau masyarakat yang menjadi sasaran komunikasi.
5) Umpan balik (feedback).
Umpan balik merupakan hasil atau akibat yang berbalik-guna bagi rangsangan atau dorongan untuk bertindak lebih lanjut atau merupakann tanggapan langsung dari pengamatan sebagai hasil dari kelakuan individu terhadap individu lain.

Pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya, pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan, kemana harus mencari pengobatan bila sakit, dan sebagainya. Kesehatan bukan hanya untuk diketahui atau disadari dan disikapi, melainkan harus dikerjakan/dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti tujuan akhir dari pendidikan kesehatan adalah agar masyarakat dapat mempraktikkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat, atau masyarakat dapat berperilaku hidup sehat (health life style)

Sering Buang Air Kecil dan Susah Buang Air Besar Pada Hamil Muda

Sering BAK

Keadaan ini terjadi karena rahim semakin membesar dan menekan organ-organ disekitarnya termasuk kandung kemih. Akibatnya ketika kandung kemih terisi sedikit cairan, sudah terdesak dan menimbulkan keinginan untuk kencing. Keadaan ini akan berubah ketika rahim sudah mulai membesar dan keluar dari rongga panggul. Dalam keadaan seperti ini, tekanan kandung kemih akan menurun.

Selain dorongan untuk sering buang air kecil yang sering muncul pada kehamilan trimester pertama ini, terkadang juga muncul rasa panas menyengat pada waktu buang air kecil. Jika keadaan ini muncul, sebaiknya ibu hamil segera perika ke dokter, karena kemungkinan terjadi infeksi kandung kemih.

Cara Mengatasi Sering Buang Air Kecil
1. Tetap minum 2 liter air perhari
2. Buang air kecil dulu sebelum bepergian
3. Minum banyak pada siang hari dan kurangi minum banyak pada malam hari menjelang tidur.


Susah Buang Air Besar

Ada beberapa faktor yang menyebabkan ibu hamil susah buang air besar, salah satunya adalah faktor hormonal. Pada tubuh ibu hamil terdapat peningkatan hormon progesteron yang berguna untuk memeperkuat dan menahan janin dalam rahim. Pada saat yang sama, kerja hormon progesteron ini juga menghambat gerak peristaltik otot percernaan.

Susah buang air besar juga disebabkan oleh pengaruh konsumsi zat besi. Ada beberapa pil zat besi yang menyebabkan terjadinya sembelit jika dikonsumsi dalam waktu yang lama. Akibat susah buang air besar, ibu hamil akan mengejan bila buang air besar, sehingga akan menimbulkan adanya haemoroid.

Selain itu, menurut Mller-Lissnersusah buang air besar juga terjadi karena beban dari janin dan tubuh ibu hamil itu sendiri yang menyebabkan lambung dan rahim semakin terhimpit, sehingga menghambat peredaran zat makanan. Selain itu, gerakan fisik ibu hamil yang terbatas juga menjadi salah satu penyebab kurangnya kerja usus.
Susah buang air besar akan hilang dengan sendirinya setelah kehamilan, karena hormon ibu kembali seperti semula. Tekanan yang terjadi pada lambung dan rahim tidak ada.

Cara Mengatasi Susah Buang Air Besar :
1. Banyak mengkonsumsi makanan berserat seperti buah dan sayuran
2. Minum air yang banyak (2 liter per hari)
3. Sebelum buang air besar minum air hangat
4. Buang air besar pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada pagi hari
5. Minum yogurt atau susu fermentasi yang dapat merangsang kerja usus menjadi lebih aktif
6. Lakukan olah raga ringan

19 April 2009

PENGELOLAAN POSYANDU LANSIA

OLEH ERFANDI

Ditulis pada Desember 2008



Seiring dengan semakin meningkatnya populasi lansia, pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan usia lanjut ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan kelu-arga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya.
Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok usia lanjut ini, pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang. Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat adalah Posyandu lansia, pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah Puskesmas, dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit.

Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.

Tujuan Posyandu Lansia
Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara lain :
a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia
b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.

Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia
Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja, pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan posyandu lansia sistem 5 meja seperti posyandu balita, ada juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai berikut :
- Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi badan
- Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini.
- Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa dilakukan pelayanan pojok gizi.

Kendala Pelaksanaan Posyandu Lansia
Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu antara lain :
a. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu.
Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia
b. Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau
Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan demikian, keamanan ini merupakan faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk menghadiri posyandu lansia.
c. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia untuk datang ke posyandu.
Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia.
d. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu.
Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respons

Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia
Pelayanan Kesehatan di Posyandu lanjut usia meliputi pemeriksaan Kesehatan fisik dan mental emosional yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi.
Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di Posyandu Lansia seperti tercantum dalam situs Pemerintah Kota Jogjakarta adalah:
a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua ) menit.
c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).
d. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.
e. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat
f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes mellitus)
g. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.
h. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7. dan
i. Penyuluhan Kesehatan.

Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lanjut usia dan kegiatan olah raga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai untuk meningkatkan kebugaran.

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Posyandu Lansia, dibutuhkan, sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku pencatatan kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer, Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia

29 Maret 2009

DAMPAK PEMANASAN GLOBAL

Pemanasan global belakangan ini telah menjadi topik pembicaraan semua kalangan. Penyebab dan dampak pemanasan global terhadap kesehatan, adalah sebagai berikut :

selengkapnya BACA .... http://forbetterhealth.files.wordpress.com/2009/03/global-warming.pdf

01 Maret 2009

Karakteristik perkembangan toddler

a. Perkembangan Psikososial
Erikson melihat periode 18 bulan sampai 3 tahun sebagai suatu waktu ketika tugas perkembangan berpusat pada Otonomy Vs rasa malu dan ragu.
Toddler memulai perkembangan rasa Otonominya dengan cara menonjolkan diri mereka dengan seringnya mengatakan kata “tidak”. Mereka juga sering merasa putus asa karena pengekangan tingkah lakunya dan pada usia antara 1 sampai 3 tahun mereka memiliki suatu ciri khas tingkah laku, yang sering disebut”Temper Tantrum”. Namun lambat laun mereka akan dapat mengontrol emosi mereka dengan bantuan dari orang tua.
Periode perkembangan Otonomi adalah suatu waktu saat anak mulai mengadakan kontak sosial. Toddler menjadi sangat ingin tahu dan banyak bertanya. Pada usia ini anak menjadi lebih kreatif, meskipun produk yang dihasilkan dari aktivitasnya mungkin tak sempurna.
Respon stress yang biasa muncul pada toddler adalah separation anxiety dan regression. Misalnya, toddler menjadi sangat cemas ketika harus berpisah dari orang tuanya. Regresi atau kembali pada tingkatan perkembangan yang lebih awal dapat di lihat saat toddler “ngompol”, atau menggunakan bedak bayi. Perawat dapat membantu menjelaskan pada orang tua bahwa hal itu wajar dan itu menunjukkan bahwa toddler mulai mencoba untuk menentukan posisinya dalam keluarga.
Selama usia toddler, kemampuan untuk mengerti dan mengekspresikan bahasa berkembang dengan pesat. Kemampuannya untuk mengerti kata-kata lebih maju dari pada kemampuannya untuk mengekspresikan kata dan ide. Saat usia 1 tahun, toddler sudah bisa mengenal nama mereka sendiri.
b. Perkembangan Psikoseksual ( Fase Anal )
1. Fokus tubuh : Area anal
2. Tugas perkembangan: Belajar untuk mengatur defekasi dan urinasi.
3. Krisis perkembangan: Toilet training
4. Ketrampilan koping yang umum: Temper tantrum, negativisme, bermain dengan feses dan urine, perilaku regresif, seperti menghisap ibu jari, mengeriting rambut menjadi simpul-simpul, menangis, iritabilitas, dan mencibir.
5. Kebutuhan seksual: Sensasi menyenangkan berhubungan dengan fungsi eksretori, anak mengeksplorasi tubuh secara aktif.
6. Bermain: Anak senang bermain dengan ekskreta ( feses ).
7. Peran orang tua: Membantu anak mencapai kontinensia tanpa kontrol yang trelalu ketat atau overpermissive.
c. Perkembangan kognitif
Menurut Piaget, toddler berada pada tingkatan ke5 dan 6 dari fase sensorimotorik dan memulai fase prekonseptual sekitar usia 2 tahun. Pada tingkatan ke lima, toddler menyelesaikan masalahnya melalui proses trial-and-error. Pada tingkatan keenam, toddler dapat menyelesaikan masalah melalui pemikiran. Misalnya, ketika anak diberi mainan baru, toddler tidak akan segera mengambil mainan itu dan melihat bagaimana mainan itu bekerja, tetapi mereka akan memperhatikan dengan sungguh-sungguh dan berfikir bagaimana mainan itu bekerja.
Selama fase prekonseptual, sedapat mungkin toddler mengembangkan keterampilan kognitif dan intelektual. Mereka belajar tentang urutan waktu. Mereka mulai berfikir simbolik, contohnya: kursi mungkin diibaratkan sebagai tempat yang aman, sedangkan selimut identik dengan kenyamanan.
d. Perkembangan Moral
Menurut Kohlberg, tingkatan pertama dari perkembangan moral adalah prekonvensional ketika anak merespon pada label “baik” atau “buruk”. Selama tahun kedua kehidupan, anak mulai belajar mengetahui beberapa aktifitas yang mendatangkan pengaruh dan persetujuan. Mereka juga mengenal ritual-ritual tertentu, seperti mengulang bagian dari doa-doa. Saat usia dua tahun, toddler belajar pada perilaku orang tua mereka yang berkaitan dengan urusan moral.
e. Perkembangan spiritual
Tingkatan toddler pada perkembangan spiritual adalah Undiferensiasi. Toddler mungkin mengetahui beberapa praktek keagamaan, tapi utamanya mereka perlu belajar tentang pengetahuan dan reaksi emosional, daripada menentukan kepercayaan yang akan diikuti. Toddler mungkin akan mengulang beberapa doa saat akan tidur dan menyesuaikan diri pada ritual tertentu, sebab ini akan menghasilkan suatu pengaruh dan penghargaan. Respon orang tua ini meningkatkan rasa aman pada toddler.

20 Januari 2009

LEUKEMIA AKUT

Leukemia Akut adalah suatu keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah abnormal (blastosit), disertai penyebaran ke organ-organ lain. (Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).
Leukimia akut adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasi patologis sel hemopoitik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh lain (Kapita Selekta Kedokteran 2, Tahun 2000)

ETIOLOGI
Penyebab leukemia sampai sekarang belum jelas, tapi beberapa faktor diduga menjadi penyebab, antara lain :
1. Genetik
a. keturunan
a.1. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Wiernik, 1985; Wilson, 1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
a.2. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (Wiernik,1985).

b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL.

2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata.
Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia. Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk (Kumala, 1999).

3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. (Wiernik,1985; Wilson, 1991)
Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik (Fauci, et. al, 1998).

b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML (Fauci, et. al, 1998).

4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .

5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .

PATOGENESA LEUKEMIA AKUT
Blastosit abnormal gagal berdiferensiasi menjadi bentuk dewasa dan proses pembelahan berlangsung terus. Sel-sel ini mendesak komponen hemopoitik normal sehingga terjadi kegagalam fungsi sumsum tulang. Disamping itu, sel-sel abnormal melalui peredaran darah melakukan infiltrasi ke organ-organ tubuh. (Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).
Manifestasi klinis penderita leukemia akut disebabkan adanya penggantian sel pada sumsum tulang oleh sel leukemik, menyebabkan gangguan produksi sel darah merah. Depresi produksi platelet yang menyebabkan purpura dan kecenderungan terjadinya perdarahan. Kegagalan mekanisme pertahanan selular karena penggantian sel darah putih oleh sel leukemik, yang menyebabkan tingginya kemungkinan untuk infeksi. Infiltrasi sel-sel leukemik ke organ-organ vital seperti liver dan limpa oleh sel-sel leukemik yang dapat menyebabkan pembesaran dari organ-organ tersebut. (Cawson, 1982).

KLASIFIKASI LEUKEMIA AKUT
Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut terbagi menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous Leukemia (AML).
ALL sendiri terbagi menjadi 3, yakni :
- L1
Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak menyerang anak-anak.
- L2
Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan L1. ALL jenis ini sering diderita oleh orang dewasa.
- L3
Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel Burkitt. Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang buruk.

MANIFESTASI KLINIS LEUKEMIA AKUT
Gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah :
• Anemia : pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
• Leukopenia (karena penurunan fungsi) : infeksi lokal atau umum (sepsis) dengan gejala panas badan (Demam) dan penurunan keadaan umum.
• Trombositopeni : Perdarahan kulit, mukosa dan tempat- tempat lain.

Akibat infiltrasi ke organ lain :
• Nyeri tulang.
• Pembesaran kelenjar getah bening.
• Hepatomegali dan splenomegali
(Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).
Gejala lain seperti Purpura, epistaksis ( sering ), hematoma, infeksi oropharingeal, pembesaran nodus limfatikus, lemah ( weakness ), faringitis, gejala mirip flu ( flu like syndrome ) yang merupakan manifestasi klinis awal, limfadenopati, ikterus kejang sampai koma (Cawson 1982; De Vita Jr,1985, Archida, 1987, Lister, 1990, Rubin,1992).

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS LEUKEMIA AKUT
Penegakan diagnosa leukemia akut dilakukan dengan berdasarkan pada anamnesa, pemeriksaan klinis, pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang pada beberapa kasus.
• Pada pemeriksaan darah, sel darah putih menunjukkan adanya kenaikan jumlah, penurunan jumlah, maupun normal.
• Pemeriksaan trombosit menunjukkan penurunan jumlah.
• Pemeriksaan hemoglobin menunjukkan penurunan nilai (De Vita Jr, 1993). Pemeriksaan sel darah merah menunjukkan penurunan jumlah dan kelainan morfologi (Cawson, 1982 ; De Vita Jr, 1993 ).
• Adanya sel leukemik sejumlah 5 % cukup untuk mendiagnosa kelainan darah sebagai leukemia, tapi sering dipakai nilai yang mencapai 25 % atau lebih (Altman J.A.,1988 cit De Vita Jr, 1993).
• Pemeriksaan dengan pewarnaan Sudan Black, PAS, dan mieloperoksidase untuk pembedaan AML dan ALL, (De Vita Jr, 1993 ; Boediwarsono, 1996 ; Yoshida, 1996).
• Hapusan darah : normokrom, normositer, hampir selalu dijumpai blastosit abnormal.
• Sumsum tulang hiperseluler, hampir selalu penuh dengan blastosit abnormal, sistem hemopoitik normal terdesak.
• (Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).

Diagnosis
 Bila ditemukan kumpulan gejala : anemia, perdarahan, pembesaran kelenjar getah bening dan hepatosplenomegali, pemeriksaan darah tepi.
 Bila dari pemeriksaan darah tepi ada kecurigaan akan leukemia, periksalah sumsum tulang.

18 Januari 2009

ASMA BRONKIAL (2)

Asma Bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajadnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
Pengertian lain dari asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel di mana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi.
Prinsip yang mendasari asma menurut beberapa definisi diatas adalah bahwa pada asma bronkial ini terjadi penyempitan bronkus yang bersifat reversible yang terjadi oleh karena bronkus yang hiperaktif mengalami kontaminasi dengan antigen. Asma bronkial juga bisa dikatakan suatu sindroma yang ditandai dengan adanya sesak nafas dan wheezing yang disebabkan oleh karena penyempitan menyeluruh dari saluran nafas intra pulmonal.

Klasifikasi
Asma diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu alergik, tipe non alergik (asma idiopatik) dan tipe gabungan. Asma bronkial tipe alergik ditandai dengan adanya keluhan yang ada hubungannya dengan pemaparan terhadap alergen-alergen yang dikenal, misalnya serbuk sari, bulu binatang, marah, makanan dan jamur. Asma alergik biasanya timbul sejak masa kanak-kanak, pada famili ada yang menderita asma, dan riwayat medik masa lalu ekzema atau rinitis alergik. Anak-anak dengan asma alergik sering dapat mengatasi kondisi sampai usia remaja.
Asma Bronkial tipe non alergik (asma idiopatik) ditandai dengan keluhan yang tidak ada hubungannya dengan paparan terhadap alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologis seperti aspirin, pewarna rambut, antagonis beta-adrenergik, dan agen sulfit (pengawet makanan) juga mungkin menjadi faktor. Serangan biasanya lebih berat seiring dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien mungkin mengalami asma tipe ketiga, yaitu asma gabungan. Asma gabungan ini merupakan tipe yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik tipe alergik dan tipe idiopatik.

Tingkatan Asma
Tabrani Rab membedakan tingkatan asma dalam tiga tingkatan, yaitu asma bronkial intermitten, status asmatikus, dan asma emergency. Asma Bronkial intermitten adalah asma dimana di luar serangan tidak menimbulkan gejala, pada pemeriksaan faal pau tanpa provokasi normal. Meskipun tidak begitu berat, asma intermitten ini cukup mengganggu aktifitas sehari-hari. Tingkatan kedua adalah status asmatikus. Serangan asma pada tingkatan ini sangat berat. Asma pada tingkatan ini tidak dapat diatasi dengan obat-obatan konvensional. Tingkatan ketiga adalah asma emergency. Asma pada tingkatan ini dapat menyebabkan kematian. Saluran jalan nafas pada pasien asmatikus emergency terlalu sensitif, yang diperparah lagi dengan adanya faktor pencetus yang terus menerus.
Penilaian beratnya asma diperlukan untuk memulai pengobatan, karena derajat beratnya asma akan menentukan jenis dan dosis obat yang akan dipakai. Berdasarkan panduan, derajat beratnya asma ditentukan oleh frekuensi gejala asma, frekuensi bangun malam serta beratnya gangguan fungsi paru. Beratnya gangguan fungsi paru dinilai berdasarkan persentase (%) nilai prediksi APE (arus puncak ekspirasi), atau nilai terbaik APE pasien tersebut.

Patofisiologi
Ciri khas pada asma bronkial adalah terjadinya penyempitan bronkus, yang disebabkan oleh spasme atau konstriksi otot-otot polos bronkus, pembengkakan atau edema mukosa bronkus, dan hipersekresi mukosa / kelenjar bronkus. Saluran nafas yang sering terserang adalah bronkus dengan ukuran 3-5 mm, tetapi distribusinya meliputi daerah yang luas. Walaupun asma pada prinsipnya adalah suatu kelainan pada jalan pernafasan, akan tetapi dapat pula menyebabkan gangguan pada bagian fungsional paru.
Smeltzer (2002) menjelaskan lebih lanjut menambahkan bahwa otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar. Sputum yang kental banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi dengan udara terperangkap dalam jaringan paru. Ketiga faktor tersebut selanjutnya dapat menimbulkan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis pernafasan pada tahap yang sangat lanjut.

Gejala Klinik
Pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis. Sedangkan pada waktu serangan, penderita tampak sesak nafas (nafas cepat dan dalam), nafas cuping hidung, nafas berbunyi (wheezing), batuk, sianosis, penggunaan otot bantu pernafasan, tekanan darah dan nadi meningkat. Selama serangan asma, udara terperangkap karena spasme dan mukus memperlambat ekspirasi. Hal ini menyebabkan waktu menghembuskan udara lebih lama. Pasien tampak gelisah, duduk dengan tangan menyangga ke depan, serta tampak otot-otot bantu pernafasan yang bekerja dengan keras. Sebagian penderita juga bisa mengalami nyeri dada. Gejala-gejala ini tidak harus terjadi bersama-sama, tergantung berat ringannya tingkatan asma penderita.

Penyuluhan/Edukasi
Secanggih apapun obat antiasma yang diberikan kepada pasien atau sebaik apapun panduan yang diperkenalkan tidak akan berhasil guna bila tidak ada kerjasama dengan pasien. Pasien mungkin berobat tidak teratur atau tidak menggunakan obat sesuai dengan yang kita kehendaki karena pasien tidak mengetahui baik tujuan pengobatan maupun cara menggunakan obat. Oleh karena itu penyuluhan kepada pasien harus dilakukan setiap kali kunjungan ke dokter.
Beberapa topik yang sebaiknya diketahui pasien antara lain mengenal asma dan dampaknya, mengenal pencetus asma dan cara menghindari, mengetahui perbedaan antara obat pelega dan pencegah, mengetahui cara pemakaian obat dengan benar, dan mengetahui cara memantau penyakitnya dan tahu kapan harus menghubungi dokter atau rumah sakit kalau penyakitnya memburuk. Asma adalah penyakit kronik yang sewaktu-waktu mengalami eksaserbasi, sehingga partisipasi pasien dalam mengelola penyakitnya sangat besar. Memberikan bekal pengetahuan dan ketrampilan mengobati penyakitnya tidak saja kita dapat meringankan penyakitnya tetapi sering kita dapat mencegah kematian yang tidak seharusnya terjadi (Sundaru, 2001).
Ada beberapa hal yang harus diketahui penderita asma tentang kondisi-kondisi dimana diperlukan rujukan dokter ahli, khususnya pada keadaan serangan asma berat yang mengancam jiwa atau penderita yang diragukan kemampuan mengatasi serangannya. Jika terdapat hal-hal yang dapat memperberat asma penderita, seperti sinusitis, polip hidung, aspergilosis, rinitis berat, penderita harus segera ke dokter ahli. Kondisi lain yang memerlukan penanganan dokter ahli adalah apabila penderita tidak memberikan respons pengobatan yang optimal, atau penyakit asma dengan keadaan-keadaan khusus, seperti kehamilan, operasi, aktivitas fisik, sinusitis, rinitis, polip hidung, asma karena pekerjaan, infeksi paru, dan refluks gastroesofagitis.

FAKTOR PENCETUS ASMA BRONKIAL

A. FAKTOR INTRINSIK

1. Psikologis
Rangsangan psikologis dapat mencetuskan suatu serangan asma, karena dapat mengaktivasi sistem parasimpatis. Sistem parasimpatis diaktifkan oleh emosi, rasa cemas, dan rasa takut. Karena rangsangan parasimpatis bisa mengaktifkan otot polos bronkiolus, maka apapun yang meningkatkan aktivitas parasimpatis dapat mencetuskan asma. Dengan demikian individu yang rentan mengalami asma mungkin mendapat serangan akibat gangguan emosinya.
Tekanan jiwa selain dapat mencetuskan asma, juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus diobati, penderita asma yang mengalami tekanan jiwa juga perlu mendapat nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.

2. Kegiatan Jasmani
Asma yang timbul karena bergerak badan terjadi bila seseorang mengalami gejala-gejala asma selama atau setelah berolahraga atau melakukan gerak badan. Pada saat penderita dalam keadaan istirahat, ia bernafas melalui hidung. Sewaktu udara bergerak melalui hidung, udara itu dipanaskan dan menjadi lembab. Saat melakukan gerak badan, pernafasan terjadi melalui mulut, nafasnya semakin cepat dan volume udara yang dihirup bertambah banyak. Hal ini dapat menyebabkan otot yang peka di sekitar saluran pernafasan mengencang sehingga saluran udara menjadi lebih sempit, yang menyebabkan bernafas menjadi lebih sulit sehingga terjadilah gejala-gejala asma (www.asthma.org.au).
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan asma jika melakukan olah raga yang cukup berat. Penyelidikan menunjukkan bahwa macam, lama, dan beratnya olah raga menentukan timbulnya asma. Lari cepat paling mudah menimbulkan asma, kemudian bersepeda, sedangkan renang dan jalan kaki yang paling kecil resikonya (Sundaru, 2002). Elizabeth Corwin (2001:431) menambahkan bahwa olah raga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan karena terjadi aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini belum mendapatkan pelembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan serangan asma.


B. FAKTOR EKSTRINSIK

1. Alergen
Alergen merupakan faktor pencetus asma yang sering dijumpai pada penderita asma. Debu rumah, tungau debu rumah, spora jamur, serpih kulit kucing, anjing dan sebagainya dapat menimbulkan serangan asma pada penderita yang peka. Alergen-alergen tersebut biasanya berupa alergen hirupan, meskipun kadang-kadang makanan dan minuman dapat menimbulkan serangan.
Pada respons alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen kemudian menyerang sel-sel mast. Degranulasi sel tersebut menyebabkan pelepasan produk sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan lain-lain. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus dan kelenjar jalan nafas menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mukus yang banyak.

2. Infeksi Saluran Nafas
Infeksi saluran nafas juga merupakan salah satu pencetus yang paling sering menimbulkan serangan asma. Diperkirakan dua pertiga penderita asma anak dan satu pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas. Berbagai macam virus, seperti virus influensa sangat sering dijumpai pada orang yang sedang mengalami serangan asma. Kemungkinan mendapatkan serangan asma makin besar bila infeksi tadi cukup berat. Jika pada orang normal infeksi saluran nafas hanya menyebabkan batuk, pilek dan demam, pada penderita asma gejala tadi diikuti dengan serangan asma. Celakanya baik batuk maupun asma yang dicetuskan oleh virus saluran nafas lebih lama sembuhnya dibandingkan jika dicetuskan oleh bukan infeksi virus.

3. Polusi Udara
Pemaparan terhadap berbagai bahan dalam lingkungan kerja dapat menimbulkan asma pada mereka yang tidak pernah menderita asma atau memperberat asma yang sudah ada. Sekarang telah diketahui bahwa asap, uap dan debu yang ditimbulkan oleh banyak bahan industri dapat menyebabkan asma. Dengan demikian prevalensi asma lebih besar di kota-kota yang banyak tempat industri dari pada di kota-kota yang sedikit tempat industrinya.
Polusi udara di dalam rumahpun sering terjadi. Asap rokok, semprotan obat nyamuk, semprotan rambut dapat mencetuskan serangan asma. Penderita yang tidak merokok bisa mendapat serangan asma karena berada dalam ruangan yang penuh asap rokok. Penderita anak-anak lebih sering mendapat serangan asma bila di rumahnya ada yang merokok. Bagi penderita asma yang merokok, segera hentikan kebiasaan tersebut agar kelainan saluran nafasnya tidak semakin parah. Elizabeth J. Corwin (2001) menjelaskan lebih rinci bahwa terpajan asap rokok selama dalam rahim atau masa anak-anak dini dianggap suatu faktor resiko untuk menderita asma pada anak.

4. Obat-obatan
Obat-obatan yang sering mencetuskan serangan asma adalah golongan reseptor beta, atau yang lebih populer disebut beta-blocker. Golongan obat tersebut sering dipakai untuk pengobatan penyakit jantung koroner dan darah tinggi. Pada penderita asma berat, bahkan obat tetes mata yang mengandung beta-blocker dalam dosis yang kecil pernah dilaporkan menimbulkan serangan asma. Aspirin dan obat-obatan antirematik dapat mencetuskan serangan asma pada 2 sampai 10% penderita asma. Serangan asma biasanya berat, kadang disertai gejala alergi lain seperti mata dan bibir bengkak, gatal-gatal kulit, meskipun mekanismenya bukan reaksi alergi.

5. Faktor Lingkungan
Cuaca lembab serta hawa gunung sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak menjadi dingin sering merupakan faktor provokatif untuk serangan. Kadang-kadang asma berhubungan dengan suatu musim. Lingkungan lembab, apalagi disertai banyaknya tungau debu rumah, atau berkembangnya virus penyebab infeksi saluran nafas, merupakan pencetus serangan asma yang perlu diwaspadai. Selain itu, perubahan meteorologi mempunyai pengaruh terhadap agen lingkungan lain. Hujan, arah dan kekuatan angin, sinar matahari dan suhu akam mempengaruhi kadar tepung sari rerumputan dalam udara.

PENYAKIT MAAG / GASTRITIS

A. Pengertian
Gastritis adalah peradangan pada lapisan lambung (Medicastore, 2003). Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung (Suyono, 2001). David Ovedorf (2002) mendefinisikan gastritis sebagai inflamasi mukosa gaster akut atau kronik. Pengertian yang lebih lengkap dari gastritis yaitu peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain (Reeves, 2002).

B. Klasifikasi
Gastritis ada 2 kelompok yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. Tetapi gastritis kronik bukan merupakan lanjutan dari gastritis akut, dan keduanya tidak saling berhubungan. Gastritis kronik juga masih dikelompokkan lagi dalam 2 tipe yaitu tipe A dan tipe B.
Dikatakan gastritis kronik tipe A jika mampu menghasilkan imun sendiri. Tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar lambung dan penurunan mukosa. Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi antibodi. Anemia pernisiosa berkembang pada proses ini. Gastritis kronik tipe B lebih lazim. Tipe ini dikaitkan dengan infeksi helicobacter pylori yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.

C. Penyebab
Lapisan lambung menahan iritasi dan biasanya tahan terhadap asam yana kuat. Tetapi lapisan lambung dapat mengalami iritasi dan peradangan karena beberapa penyebab. Gastritis bakterialis biasanya merupakan akibat dari infeksi oleh Helicobacter pylori (bakteri yang tumbuh di dalam sel penghasil lendir di lapisan lambung). Tidak ada bakteri lainnya yang dalam keadaan normal tumbuh di dalam lambung yang bersifat asam, tetapi jika lambung tidak menghasilkan asam, berbagai bakteri bisa tumbuh di lambung. Bakteri ini bisa menyebabkan gastritis menetap atau gastritis sementara.
Gastritis karena stres akut, merupakan jenis gastritis yang paling berat, yang disebabkan oleh penyakit berat atau trauma (cedera) yang terjadi secara tiba-tiba. Cederanya sendiri mungkin tidak mengenai lambung, seperti yang terjadi pada luka bakar yang luas, operasi besar, gagal ginjal, gagal nafas, penyakit hari yang berat, septicemia atau cedera yang menyebabkan perdarahan hebat. Gambaran yang sama tentang gasstritis ini disebut gastritis akut erosif. Kira-kira 90% pasien yang dirawat di ruang intensif menderita gastritis akut erosif ini.
Gastritis erosif kronis bisa merupakan akibat dari bahan iritan seperti obat-obatan, terutama aspirin dan obat anti peradangan non-steroid lainnya, penyakit Crohn, serta infeksi virus dan bakteri. Gastritis ini terjadi secara perlahan pada orang-orang yang sehat, bisa disertai dengan perdarahan atau pembentukan ulkus (borok, luka terbuka). Gastritis ini paling sering terjadi pada alkoholis.
Gastritis karena virus atau jamur bisa terjadi pada penderita penyakit menahun atau penderita yang mengalami gangguan sistem kekebalan. Gastritis eosinofilik bisa terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi terhadap infestasi cacing gelang. Eosinofil (sel darah putih) terkumpul di dinding lambung.
Gastritis atrofik terjadi jika antibodi menyerang lapisan lambung, sehingga lapisan lambung menjadi sangat tipis dan kehilangan sebagian atau seluruh selnya yang menghasilkan asam dan enzim. Keadaan ini biasanya terjadi pada usia lanjut. Gastritis ini juga cenderung terjadi pada orang-orang yang sebagian lambungnya telah diangkat (menjalani pembedahan gastrektomi parsial). Gastritis atrofik bisa menyebabkan anemia pernisiosa karena mempengaruhi penyerapan vitamin B12 dari makanan. Pada gastritis atrofik, infiltrat menginflamasi lamina propria dengan menghilangnya kelenjar-kelenjar. Jika atrofi gaster menjadi komplit, elemen kelenjar berkurang atau hampir tidak ada, tetapi tidak terdapat sel radang, anemia pernisiosa dapat timbul pada gastritis jenis ini.
Penyakit Ménétrier merupakan jenis gastritis yang penyebabnya tidak diketahui. Dinding lambung menjadi tebal, lipatannya melebar, kelenjarnya membesar dan memiliki kista yang terisi cairan. Sekitar 10% penderita penyakit ini menderita kanker lambung. Gastritis juga bisa terjadi jika seseorang menelan bahan korosif atau menerima terapi penyinaran kadar tinggi.
Dijelaskan secar ringkas oleh Hirlan tentang etiologi gstritis akut antara lain asam lambung yang sangat berlebihan, pepsin yang tinggi, obat analgetik dan inflamasi, refluks usus-lambung, minum alkohol, merokok, stres fisik misalnya karena luka bakar, sepsis dan trauma, serta bahan korosif asam dan basa kuat (misalnya lisol). Obat-obat analgesik dan antiinflamasi yang sering dikaitkan dengan gastritis adalah aspirin. Aspirin dalam dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung.

D. Tanda dan Gejala
Gejalanya bermacam-macam, tergantung kepada jenis gastritisnya. Biasanya penderita gastritis mengalami gangguan pencernaan (indigesti) dan rasa tidak nyaman di perut sebelah atas. Pada gastritis karena stres akut, penyebabnya (misalnya penyakit berat, luka bakar atau cedera) biasanya menutupi gejala-gejala lambung; tetapi perut sebelah atas terasa tidak enak.
Segera setelah cedera, timbul memar kecil di dalam lapisan lambung. Dalam beberapa jam, memar ini bisa berubah menjadi ulkus. Ulkus dan gastritis bisa menghilang bila penderita sembuh dengan cepat dari cederanya. Bila penderita tetap sakit, ulkus bisa membesar dan mulai mengalami perdarahan, biasanya dalam waktu 2-5 hari setelah terjadinya cedera. Perdarahan menyebabkan tinja berwarna kehitaman seperti aspal, cairan lambung menjadi kemerahan dan jika sangat berat, tekanan darah bisa turun. Perdarahan bisa meluas dan berakibat fatal. Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimptomatis. Keluhan itu misalnya nyeri pada ulu hati yang biasanya ringan.
Gejala dari gastritis erosif kronis berupa mual ringan dan nyeri di perut sebelah atas. Tetapi banyak penderita (misalnya pemakai aspirin jangka panjang) tidak merasakan nyeri. Penderita lainnya merasakan gejala yang mirip ulkus, yaitu nyeri ketika perut kosong. Jika gastritis menyebabkan perdarahan dari ulkus lambung, gejalanya bisa berupa tinja berwarna kehitaman seperti aspal (melena), serta muntah darah (hematemesis) atau makanan yang sebagian sudah dicerna, yang menyerupai endapan kopi. Gejala lainnya dari gastritis kronik adalah anoreksia, mual-muntah, diare, sakit epigastrik dan demam. Perdarahan saluran cerna yang tak terasa sakit dapat terjadi setelah penggunaan aspirin.
Pada gastritis eosinofilik, nyeri perut dan muntah bisa disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan ujung saluran lambung yang menuju ke usus dua belas jari. Pada penyakit Méniére, gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri lambung. Hilangnya nafsu makan, mual, muntah dan penurunan berat badan, lebih jarang terjadi. Tidak pernah terjadi perdarahan lambung. Penimbunan cairan dan pembengkakan jaringan (edema) bisa disebabkan karena hilangnya protein dari lapisan lambung yang meradang. Protein yang hilang ini bercampur dengan isi lambung dan dibuang dari tubuh.
Pada gastritis sel plasma, nyeri perut dan muntah bisa terjadi bersamaan dengan timbulnya ruam di kulit dan diare. Gastritis akibat terapi penyinaran menyebabkan nyeri, mual dan heartburn (rasa hangat atau rasa terbakar di belakang tulang dada), yang terjadi karena adanya peradangan dan kadang karena adanya tukak di lambung. Tukak bisa menembus dinding lambung, sehingga isi lambung tumpah ke dalam rongga perut, menyebabkan peritonitis (peradangan lapisan perut) dan nyeri yang luar biasa. Perut tampak kaku dan keadaan ini memerlukan tindakan pembedahan darurat. Kadang setelah terapi penyinaran, terbentuk jaringan parut yang menyebabkan menyempitnya saluran lambung yang menuju ke usus dua belas jari, sehingga terjadi nyeri perut dan muntah. Penyinaran bisa merusak lapisan pelindung lambung, sehingga bakteri bisa masuk ke dalam dinding lambung dan menyebabkan nyeri hebat yang muncul secara tiba-tiba.

E. Diet Pada Gastritis
Diet pada penderita gastritis adalah diet lambung. Prinsip diet pada penyakit lambung bersifat ad libitum, yang artinya adalah bahwa diet lambung dilaksanakan berdasarkan kehendak pasien. Prinsip diet diantaranya pasien dianjurkan untuk makan secara teratur, tidak terlalu kenyang dan tidak boleh berpuasa. Makanan yang dikonsumsi harus mengandung cukup kalori dan protein (TKTP) namun kandungan lemak/minyak, khususnya yang jenuh harus dikurangi. Makanan pada diet lambung harus mudah dicernakan dan mengandung serat makanan yang halus (soluble dietary fiber). Makanan tidak boleh mengandung bahan yang merangsang, menimbulkan gas, bersifat asam, mengandung minyak/ lemak secara berlebihan, dan yang bersifat melekat. Selain itu, makanan tidak boleh terlalu panas atau dingin.
Beberapa makanan yang berpotensi menyebabkan gastritis antara lain garam, alkohol, rokok, kafein yang dapat ditemukan dalam kopi, teh hitam, teh hijau, beberapa minuman ringan (soft drinks), dan coklat. Beberapa macam jenis obat juga dapat memicu terjadinya gastritis. Garam dapat mengiritasi lapisan lambung. Beberapa penelitian menduga bahwa makanan begaram meningkatkan resiko pertumbuhan infeksi Helicobacter pylori. Gastritis juga biasa terjadi pada alkoholik. Perokok berat dan mengkonsumsi alkohol berlebihan diketahui menyebabkan gastritis akut. Makanan yang diketahui sebagai iritan, korosif, makanan yang bersifat asam dan kopi juga dapat mengiritasi mukosa labung.

F. Pengobatan
Pengobatan umum terhadap gastritis adalah menghentikan atau menghindari faktor penyebab iritasi, pemberian antasid dan simptomatik lain, dan pada gastritis atrofik dengan anemia pernisiosa diobati dengan B12 intramuskuler (hydroxycobalamin atau cyanocobalamin).
Jika penyebabnya adalah infeksi oleh Helicobacter pylori, maka diberikan bismuth, antibiotik (misalnya amoksisilin dan klaritromisin) dan obat anti-tukak (omeprazol). Penderita gastritis karena stres akut banyak yang mengalami penyembuhan setelah penyebabnya (penyakit berat, cedera atau perdarahan) berhasil diatasi. Tetapi sekitar 2% penderita gastritis karena stres akut mengalami perdarahan yang sering berakibat fatal. Karena itu dilakukan pencegahan dengan memberikan antasid (untuk menetralkan asam lambung) dan obat anti-ulkus yang kuat (untuk mengurangi atau menghentikan pembentukan asam lambung). Perdarahan hebat karena gastritis akibat stres akut bisa diatasi dengan menutup sumber perdarahan pada tindakan endoskopi. Jika perdarahan berlanjut, mungkin seluruh lambung harus diangkat.
Eradikasi Helicobacter pylori merupakan cara pengobatan yang dianjurkan untuk gastritis kronis yang ada hubungannya dengan infeksi oleh kuman tersebut. eradikasi dapat mengembalikan gambaran histopatologi menjadi normal kembali. Eradikasi dapat dicapai dengan pemberian kombinasi penghambat pompa proton dan antibiotik. Antibiotik dapat berupa tetrasiklin, metronidasol, klaritromisin, dan amoksisilin. Kadang-kadang diperlukan lebih dari satu macam antibiotik untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik.
Gastritis erosif kronis bisa diobati dengan antasid. Penderita sebaiknya menghindari obat tertentu (misalnya aspirin atau obat anti peradangan non-steroid lainnya) dan makanan yang menyebabkan iritasi lambung. Misoprostol mungkin bisa mengurangi resiko terbentuknya ulkus karena obat anti peradangan non-steroid. Untuk meringankan penyumbatan di saluran keluar lambung pada gastritis eosinofilik, bisa diberikan kortikosteroid atau dilakukan pembedahan.
Gastritis atrofik tidak dapat disembuhkan. Sebagian besar penderita harus mendapatkan suntikan tambahan vitamin B12. Gastiritis karena penyakit Ménétrier bisa disembuhkan dengan mengangkat sebagian atau seluruh lambung. Sedangkan gastritis sel plasma bisa diobati dengan obat ulkus yang menghalangi pelepasan asam lambung.

POLA MAKAN-1

A. Pengertian Pola Makan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pola diartikan sebagai suatu sistem, cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu (Depdiknas, 2001). Dengan demikian, pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan secara sehat. Sedangkan yang dimaksud pola makan sehat dalam penelitian ini adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya.
Pengertian pola makan seperti dijelaskan di atas pada dasarnya mendekati definisi / pengertian diet dalam ilmu gizi/nutrisi. Diet diartikan sebagai pengaturan jumlah dan jenis makanan yang dimakan agar seseorang tetap sehat. Untuk mencapai tujuan diet / pola makan sehat tersebut tidak terlepas dari masukan gizi yang merupakan proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan energi.

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan
Perawat perlu mengkaji beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola makan pasien. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola makan antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan, status sosial ekonomi, personal preference, rasa lapar, nafsu makan, rasa kenyang, dan kesehatan.
1. Budaya
Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi. Demikian pula letak geografis mempengaruhi makanan yang diinginkannya. Sebagai contoh, nasi untuk orang-orang Asia dan Orientalis, pasta untuk orang-orang Italia, curry (kari) untuk orang-orang India merupakan makanan pokok, selain makana-makanan lain yang mulai ditinggalkan. Makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang pesisir Amerika Utara. Sedangkan penduduk Amerika bagian Selatan lebih menyukai makanan goreng-gorengan.
2. Agama/Kepercayaan
Agama / kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi. Sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Orthodoks mengharamkan daging babi. Agama Roma Katolik melarang makan daging setiap hari, dan beberapa aliran agama (Protestan) melarang pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi atau alkohol.
3. Status sosial ekonomi
Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut dipengaruhi oleh status sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas menegah ke bawah atau orang miskin di desa tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk mengkonsumsi makanan yang mahal harganya. Kelompok sosial juga berpengaruh terhadap kebiasaan makan, misalnya kerang dan siput disukai oleh beberapa kelompok masyarakat, sedangkan kelompok masyarakat yang lain lebih menyukai hamburger dan pizza.
4. Personal preference
Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap kebiasaan makan seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan makannya sejak dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah tidak suka makan kai, begitu pula dengan anak laki-lakinya. Ibu tidak suka makanan kerang, begitu pula anak perempuannya. Perasaan suka dan tidak suka seseorang terhadap makanan tergantung asosiasinya terhadap makanan tersebut. Anak-anak yang suka mengunjungi kakek dan neneknya akan ikut menyukai acar karena mereka sering dihidangkan acar. Lain lagi dengan anak yang suka dimarahi bibinya, akan tumbuh perasaan tidak suka pada daging ayam yang dimasak bibinya.
5. Rasa lapar, nafsu makan, dan rasa kenyang
Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan karena berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu makan merupakan sensasi yang menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan rasa kenyang merupakan perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya untuk makan. Pusat pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu makan dan rasa kenyang dilakukan oleh sistem saraf pusat, yaitu hipotalamus.
6. Kesehatan
Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan. Sariawan atau gigi yang sakit seringkali membuat individu memilih makanan yang lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan menelan, memilih menahan lapar dari pada makan.

C. Pedoman Pola Makan Sehat
Nutrisi sangat berguna untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyakit. Selain karena faktor kekurangan nutrisi, akhir-akhir ini juga muncul penyakit akibat salah pola makan seperti kelebihan makan atau makan makanan yang kurang seimbang. Bahkan, kematian akibat penyakit yang timbul karena pola makan yang salah / tidak sehat belakanan ini cenderung meningkat. Penyakit akibat pola makan yang kurang sehat tersebut diantaranya diabetes melitus, hiperkolesterolemia, penyakit kanker, penyakit arteri koroner, sirrhosis, osteoporosis, dan beberapa penyakit kardiovaskuler.
Untuk menghindari penyakit-penyakit akibat pola makan yang kurang sehat, diperlukan suatu pedoman bagi individu, keluarga, atau masyarakat tentang pola makan yang sehat. Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa pola makan itu dibentuk sejak masa kanak-kanak yang akan terbawa hingga dewasa. Oleh karena itu, untuk membentuk pola makan yang baik sebaiknya dilakukan sejak masa kanak-kanak. Namun sebagai orang tua harus mengetahui bagaimana kebiasaan dan karakteristik anaknya.
Agar pola makan anak dapat terbentuk dengan baik, berikut ini disampaikan tips membentuk dan menjaga pola makan yang sehat, (dikutip dari tabloid Ibu dan Anak) :
1) Jangan memberikan makanan lain sebelum anak makan makanan utama (pagi, siang, sore/malam);
2) Jangan mulai membiasakan anak mengkonsumsi makanan pembuka atau selingan yang tinggi kalori (manis);
3) Mengusahakan anak mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna tiap hari;
4) Membiasakan menu bervariasi, sehingga anak terbiasa dengan bermacam cita rasa;
5) Membiasakan anak makan pada tempat yang semestinya (ruang makan atau duduk di kursi makan);
6) Jangan membiasakan anak makan sambil digendong, berjalan-jalan di depan rumah, dan sebagainya;
7) Memberi contoh positif dengan menghentikan kebiasaan jajan orang tua;
8) Membiasakan anak makan pagi agar dapat menghindarkan kebiasaan jajan;
9) Jangan mulai menuruti semua permintaan anak terhadap makanan kecil;
10) Kalau tidak terpaksa, jangan membiasakan anak makan makanan siap saji karena gizi makanan ini kurang seimbang (terlalu banyak lemak dan kalori);
11) Mengembangkan sikap tegas, terbuka, dan logis ketika menolak permintaan anak dengan mencoba memberikan alternatif;
12) Membiasakan menanyakan pendapat anak seperti menanyakan mau makan apa hari ini. Ini merupakan awal proses pendidikan agar anak dapat memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya;
13) Menyediakan wadah makan yang menarik sesuai ketertarikan anak, misalnya dunia binatang, boneka, bunga, robot, pesawat terbang dan lain-lain;
14) Mengusahakan agar siapa saja yang menemani anak makan mempunyai koleksi cerita-cerita menarik yang bisa memikat anak

Pedoman pola makan sehat untuk masyarakat secara umum yang sering digunakan adalah pedoman Empat Sehat Lima Sempurna, Makanan Triguna, dan pedoman yang paling akhir diperkenalkan adalah 13 Pesan dasar Gizi Seimbang. Pengertian makanan triguna adalah bahwa makanan atau diet sehari-hari harus mengandung: 1) karbohidrat dan lemak sebagai zat tenaga; 2) protein sebagai zat pembangun; 3) vitamin dan mineral sebagai zat pengatur.
Pedoman 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang menyampaikan pesan-pesan untuk mencegah masalah gizi ganda dan mencapai gizi seimbang guna menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang andal. Garis besar pesan-pesan tersebut seperti dijelaskan oleh Dirjen Binkesmas Depkes RI (1997) antara lain:
1) Makanlah makanan yang beraneka ragam. Makanan yang beraneka ragam harus mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan bahkan serat makanan dalam jumlah dan proporsi yang seimbang menurut kebutuhan masing-masing kelompok (bayi, balita, anak, remaja, ibu hamil dan menyusui, orang dewasa dan lansia).
2) Makanlah makanan untuk memenuhi kebutuhan energi. Energi dan tenaga dapat diperoleh dari makanan sumber karbohidrat, lemak serta protein. Energi dibutuhkan untuk metabolisme dasar (seperti untuk menghasilkan panas tubuh serta kerja organ-organ tubuh) dan untuk aktivitas sehari-hari seperti belajar, bekerja serta berolah raga. Kelebihan energi akan menghasilkan obesitas, sementara kekurangan energi dapat menyebabkan kekurangan gizi seperti marasmus.
3) Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi. Karbohidrat sederhana, seperti gula dan makanan manis sebaiknya dikonsumsi dengan memperhatikan azas tepat waktu, tepat indikasi dan tepat jumlah. Makanan ini sebaiknya dimakan pada siang hari ketika kita akan atau sedang melakukan aktivitas dan jumlahnya tidak melebihi 3-4 sendok makan gula/hari. Karbohidrat kompleks sebaiknya dikonsumsi bersama makanan yang merupakan sumber unsur gizi lain seperti protein, lemak/minyak, vitamin dan mineral. Seyogyanya 50-60% dari kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat kompleks.
4) Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi. Konsumsi lemak dan minyak berlebihan, khususnya lemak/minyak jenuh dari hewan, dapat beresiko kegemukan atau dislipidemia pada orang-orang yang mempunyai kecenderungan ke arah tersebut. Dislipidemia atau kenaikan kadar lemak (kolesterol atau trigliserida) dalam darah merupakan faktor untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke. Konsumsi lemak/minyak dianjurkan tidak melebihi 20% dari total kaori dan perlu diingat bahwa unsur gizi ini juga memiliki peran tersendiri sebagai sumber asam lemak esensial serta juga membantu penyerapan beberapa vitamin yang larut dalam lemak.
5) Gunakan garam beryodium. Penggunaan garam beryodium dapat mencegah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Namun, penggunaan garam yang berlebihan juga tidak dianjurkan karena garam mengandung natrium yang bisa meningkatkan tekanan darah. Sebaiknya konsumsi garam tidak melebihi 6 gram atau 1 sendok teh per hari.
6) Makanlah makanan sumber zat besi. Makanan seperti sayuran hijau, kacang-kacangan, hati, telur dan daging banyak mengandung zat besi dan perlu dikonsumsi dalam jumlah yang cukup untuk mencegah anemia gizi.
7) Berikan ASI saja pada bayi sampai berumur 4 bulan. Untuk dapat memberikan ASI dengan baik, ibu menyusui harus meningkatkan jumlah dan mutu gizi makanannya selama hamil dan menyusui. Makanan Pendamping ASI (PASI) hanya boleh diberikan setelah usia bayi lebih dari 4 bulan dan pemberiannya harus bertahapmenurut umur, pertumbuhan badan serta perkembangan kecerdasan.
8) Biasakan makan pagi. Makan pagi dengan makanan yang beraneka ragam akan memenuhi kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesegaran tubuh dan meningkatkan produktifitas dalam bekerja. Pada anak-anak, makan pagi akan memudahkan konsentrasi belajar sehingga prestasi belajar bisa lebih ditingkatkan.
9) Minumlah air bersih, aman dan cukup jumlahnya. Air minum harus bersih dan bebas kuman. Minumlah air bersih sampai 2 liter per hari sehingga metabolisme tubuh kita bisa berjalan lancar mengingat air sangat dibutuhkan sebagai pelarut unsur gizi bagi keperluan metabolisme tersebut. konsumsi air yang cukup dapat menghindari dehidrasi dan akan menurunkan resiko infeksi serta batu ginjal.
10) Lakukan kegiatan fisik atau olah raga yang teratur. Kegiatan itu akan membantu mempertahankan berat badan normal disamping meningkatkan kesegaran tubuh, memperlancar aliran darah dan mencegah osteoporosis khususnya pada lansia.
11) Hindari minum minuman beralkohol. Alkohol bersama-sama rokok dan obat-obatan terlarang lainnya harus dihindari karena dapat membawa risiko untuk terjadinya berbagai penyakit degeneratif, vaskuler dan kanker.
12) Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. Makanan yang tidak tercemar, tidak mengandung kuman atau parasit lain, tidak mengandung bahan kimia berbahaya dan makanan yang diolah dengan baik sehingga unsur gizi serta cita rasanya tidak rusak, merupakan makanan yang aman bagi kesehatan.
13) Bacalah label pada makanan yang dikemas. Label pada makanan kemasan harus berisikan tanggal kadaluwarsa, kandungan gizi dan bahan aktif yang digunakan. Konsumen yang berhati-hati dan memperhatikan label tersebut akan terhindar dari makanan rusak, tidak bergizi dan makanan berbahaya. Selain itu, konsumen dapat menilai halal tidaknya makanan tersebut (Dirjen Binkesmas Depkes RI, 1997).

KONSEP MAKANAN / NUTRISI

Pengertian Nutrisi
Secara konsep, makanan adalah zat-zat yang dimakan. Makanan juga disebut sebagai zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. Zat-zat makanan yang berfungsi membentuk dan memelihara jaringan tubuh, memperoleh tenaga, mengatur pekerjaan di dalam tubuh dan melindungi tubuh terhadap serangan penyakit disebut nutrisi.

Esensi Nutrisi
Untuk membangun tubuh yang sehat, dan lebih penting lagi mempertahankannya, pemasukkan gizi yang baik diperlukan. Pola makan sehat juga penting untuk membantu melindungi seseorang dari penyakit seperti penyakit jantung dan kanker tertentu. Berikut ini diuraikan makanan apa yang diperlukan dibawah ini.

1. Karbohidrat.
Karbohidrat merupakan senyawa yang terdiri dari elemen-elemen karbon, hidrogen dan oksigen dan terbagi menjadi gula/karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana merupakan sumber energi yang paling ekonomis dan paling banyak tersedia. Karbohidrat sangat bermanfaat karena merupakan penghasil energi yang cepat dan menghasilkan serat agar proses eliminasi pencernaan dan fungsi-fungsi intestinal berfungsi normal.
Karbohidrat adalah sumber energi tubuh dan dapat anda temukan dalam 2 bentuk : tepung dan gula. Tepung ditemukan di makanan seperti beras, pasta, roti, kentang, kacang-kacangan, dan padi-padian. Gula dapat ditemukan di makanan seperti coklat, permen atau kue. Karbohidrat untuk makanan sehat seharusnya lebih mengandung tepung dibandingkan mengandung gula.
Jika seseorang tidak mengkonsumsi karbohidrat yang sesuai dengan kebutuhannya akan menimbulkan efek-efek merugikan. Kekurangan asupan karbohidrat dapat menimbulkan kehilangan energi, mudah lelah, terjadi pemecahan protein yang berlebihan, dan akan mengalami gangguan keseimbangan air, natrium, kalium dan korida. Sebaliknya, jika seseorang kelebihan mengkonsumsi karbohidrat akan meyebabkan berat badan meningkat dan terjadi obesitas.

2. Protein
Protein merupakan sat pembangun jaringan tubuh. Protein terutama terdapat pada otot dan kelenjar, organ-organ dalam, otak, syaraf, kulit, rambut dan kuku, enzim-enzim serta hormon. Protein berasal dari sumber-sumber makanan hewan dan tumbuhan. Sumber protein penting adalah daging, ikan, susu dan produk mengandung susu. Seperti halnya karbohidrat, protein mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, tetapi selain itu protein juga mengandung nitrogen. Beberapa protein juga mengandung fosfor, sulfur, iodium dan zat besi.
Fungsi protein antara lain menjaga proses fisiologis tubuh karena merupakan bahan pembentuk hormon, protein plasma, antibodi dan kromosom. Protein juga berperan dalam perkembangan tubuh yaitu penting bagi pertumbuhan, pemulihan dan memelihara struktur tubuh. Protein berperan juga dalam metabolisme, karena sebagai enzim protein mempercepat terlibat aktif dalam reaksi biologis dan kimiawi tubuh. Fungsi protein yang lain adalah memelihara keseimbangan asam basa,sebagai sumber energi dan dapat berperan sebagai penawar racun.
Kebutuhan protein perharinya adalah sekitar 0,8 g/kg berat badan/hari. Kekurangan protein dapat menyebabkan mudah lelah, kehilangan selera makan, diare dan vomitus, retardasi pertumbuhan serta dapat terjadi odema, misalnya pada penyakit kwasiorkor. Kelebihan protein dapat menimbulkan beban kerja hati dan ginjal bertambah berat.

3. Lemak
Lemak tersusun atas karbon, hidrogen dan oksigen sebagai sumber cadangan energi tubuh. Lemak tidak dapat larut dalam air tetapi larut pada larutan organik seperti kloroform, eter, dan petroleum. Sumber utama lemak adalah lemak hewani dan minyak tumbuhan seperti minyak kelapa, minyak kelapa sawit, jagung, dan sebagainya. lemak dapat dilihat diantaranya dalam bentuk daging, minyak tumbuhan dan keju.
Lemak merupakan energi simpanan untuk tubuh yang akan dibakar saat dibutuhkan. Kita semua butuh lemak tapi tidak berlebihan. Memang baik untuk makan lebih banyak lemak tidak jenuh dan lebih sedikit lemak jenuh. Lemak tak jenuh dapat ditemukan di minyak sayur seperti sunflower dan ikan berminyak seperti makarel atau sarden dan mentega halus. Lemak jenuh dapat ditemukan di daging dan produk-produk bersusu, biskuit, kue dan pastry.
Lemak mempunyai fungsi penting, diantaranya menghasilkan energi, membaw vitamin A, D, E dan K yang larut dalam lemak. Lemak akan memberikan asam lemak esensial yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan kesehatan kulit. Jika asupan lemak kurang mencukupi kebutuhan tubuh, akan mudah terjadi penyakit kulit atau ekzema dan dapat mengalami retardasi pertumbuhan. Konsumsi lemak yang berlebihan dapat meningkatkan berat badan dan menyebabkan obesitas. Bagi seseorang yang menderita dislipidemia, konsumsi lemak berlebihan dapat menaikkan kadar kolesterol dan trigliserida.

4. Serat
Sumber serat yang baik adalah sereal sarapan pagi, roti gandum, buah dan sayuran, remah dan kacang-kacangan. Seorang pria butuh sekitar 18-30 gms per serat satu harinya.

5. Vitamin
Vitamin adalah zat yang dalam jumlah kecil diperlukan untuk kesehatan tubuh. Kekurangan tertentu dapat menghambat metabolisme, menyebabkan kelelahan, dan masalah kesehatan lainnya. Defisiensi vitamin tertentu dapat menimbulkan penyakit yang hanya dapat sembuh dengan pemberian vitamin. Vitamin memiliki fungsi yang sangat bervariasi dan berperan dalam pertumbuhan, melahirkan keturunan yang sehat serta menjaga kesehatan. Vitamin sangat penting dalam metabolisme tubuh, yang memungkinkan tubuh menggunakan zat nutrisi penting seperti karbohidrat, lemak, protein dan mineral. Beberapa vitamin dapat meningkatkan nafsu makan membantu pencernaakan dan sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri. Vitamin sangat penting karena berbagai alasan. Mereka mempertahankan semuanya, mulai dari sistem kekebalan dan pencernaan yang sehat sampai kulit yang bagus.

6. Mineral
Memiliki peran penting dalam mempertahankan struktur tubuh termasuk rambut, gigi dan tulang, serta membantu menjaga pergerakan otot, mengatur proses fisiologis tubuh dan menjaga keseimbangan asam basa. Mineral juga berperan penting untuk pembentukan sel-sel baru sehingga sangat diperlukan bagi pertumbuhan bayi dan balita.

7. Air
Tidak mengejutkan kalau ini merupakan yang paling penting. Seorang pria seharusnya meminum sekitar 1.5 sampai 2.5 liter air perhari. Jumlah ini meningkat jika udaranya panas dan saat berolahraga. Pada pria, air meliputi 50-70% berat tubuh total dan tanpa itu, kita tidak dapat berfungsi secara tepat. Air memiliki peran penting dalam penyerapan gizi, sirkulasi dan penghilangan material buangan.

16 Januari 2009

AUTISME

A. Pengertian
Hasil survey yang diambil dari beberapa negara menunjukkan bahwa 2 – 4 anak per 10.000 anak berpeluang menyandang autisme dengan rasio perbandingan 3 : 1 untuk anak laki – laki dan perempuan. Dengan kata lain, anak laki – laki lebih rentan menyandang sindrom autisme dibandingkan anak perempuan (Purwati,2007).
Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti aliran. Jadi autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri (Purwati, 2007).
Gangguan autis adalah salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006). Anak Autisme mengalami gangguan perkembangan yang kompleks yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosialisasi, sensori, dan belajar (Ginanjar, 2001).
Gangguan perkembangan organik dan bersifat berat yang dialami oleh anak autis menyebabkan anak mengalami kelainan dalam aspek sosial, bahasa (komunikasi) dan kecerdasan (sekitar 75 – 80 % retardasi mental) sehingga anak sangat membutuhkan perhatian, bantuan dan layanan pendidikan yang bersifat khusus (Hadis,2006).

B. Etiologi Autis
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya yaitu:
1. Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan kromosom yang disebutkan syndrome fragile – x (ditemukan pada 5-20% penyandang autis).
2. Faktor Cacat (kelainan pada bayi)
Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak, yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya Kongenital Rubella, Herpes Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection.
3. Faktor Kelahiran dan Persalinan
Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan persalinan. Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin, ditambah dengan adanya keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun merkuri yang bisa saja berasal dari polusi udara, air bahkan makanan.
Seperti gangguan perkembangan lainnya, autisme dipandang sebagai gangguan yang memiliki banyak sebab, sekaligus penyebabnya tidak sama dari satu kasus ke kasus lainnya. Padahal, penyebab-penyebab itu tidak berdiri sendiri, dengan kata lain sangat sulit menentukan penyebab tunggal dari gangguan autisme. Bahkan hingga kini belum bisa ditegakkan penyebab pasti autisme. (Kurniasih, 2002).
Banyak pakar telah sepakat bahwa pada otak anak di jumpai suatu kelainan pada otaknya. Ada 3 lokasi di otak yang ternyata mengalami kelainan neuro-anatomis. Dari penelitian yang dilakukan oleh pakar dari banyak negara diketemukan beberapa fakta yaitu adanya kelainan anatomis pada lobus parietalis, cerebellum dan sistem limbik. 43% penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus VI dan VII. Otak kecil bertanggungjawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian) (Purwati,2007).
Pada penelitian terhadap otopsi, ditemukan bahwa sel – sel di dalam cerebellum, yang disebut sel purkinye, sangat sedikit jumlahnya, sedangkan sel – sel ini mempunyai kandungan serotonin (neurotransmitter yang bertanggung jawab untuk hubungan di antara sel – sel otak) yang tinggi (Maulana,2007). Pada 30% penyandang autisme serotonin kadarnya tinggi dalam darah dan dopamin diduga kadarnya rendah dalam darah. Selain itu, pada anak autis juga mengalami penurunan kadar endorphin yang dibutuhkan dalam pengaturan aktifitas otak (Masra,2005). Dengan kata lain ketidakseimbangan antara neurotransmitter di dalam otak akan menyebabkan kacaunya lalu lalang impuls di dalam otak (Maulana,2007).
Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut hippocampus dan amygdala. Akibatnya terjadi gangguan fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau sangat pasif. Amygdala juga bertanggungjawab terhadap berbagai rangsang sensoris seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, perasa, dan rasa takut. Hippocampus bertanggungjawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Terjadilah kesulitan penyampaian informasi baru (Purwati,2007).

C. Tanda dan Gejala Awal Autis
Gejala autisme timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak, tanda dan gejala itu sudah ada sejak lahir. Seorang ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya bisa melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai 1 tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya bahasa atau sangat kurangnya tatap mata. Menurut Judarwanto (2006), berikut adalah tanda-tanda awal mengenali gejala autis:
1. Gambaran yang paling umum terjadi, biasanya merupakan bayi yang sangat manis dan baik, namun sangat pasif dan sangat pendiam seperti tidak mempunyai bayi di rumah.
2. Sebagian kecil justru sebaliknya, menjerit sepanjang waktu tanpa berhenti, tanpa dapat ditenangkan / dibujuk, orang tua tidak tahu apa sebabnya
3. Tidak menunjuk saat usia 1 tahun , tidak mengoceh
4. Usia 16 bulan, belum keluar satu katapun
5. Usia 2 tahun belum bisa merangkai 2 kata
6. Hilangnya kemampuan berbahasa
7. Tidak bisa main pura-pura (Pretend Play)
8. Kurang tertarik untuk berteman
9. Sangat sulit untuk memusatkan perhatian
10. Tidak ada respon bila dipanggil namanya
11. Kontak mata sangat minim / tidak ada gerakan tubuh yang repetitive

D. Jenis Autisme
Berdasarkan waktu munculnya gangguan, Kurniasih (2002) membagi autisme menjadi dua yaitu:
1. Autisme sejak bayi (Autisme Infantil)
Anak sudah menunjukkan perbedaan-perbedaan dibandingkan dengan anak non autistik, dan biasanya baru bisa terdeteksi sekitar usia bayi 6 bulan.
2. Autisme Regresif
Ditandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan kemampuan yang sebelumnya jadi hilang. Yang awalnya sudah sempat menunjukkan perkembangan ini berhenti. Kontak mata yang tadinya sudah bagus, lenyap. Dan jika awalnya sudah bisa mulai mengucapkan beberapa patah kata, hilang kemampuan bicaranya. (Kurniasih, 2002).
Sedangkan Yatim, Faisal Yatim (dalam buku karangan purwati, 2007) mengelompokkan autisme menjadi 3 kelompok :
1. Autisme Persepsi
Autisme ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme internal karena kelainan sudah timbul sebelum lahir
2. Autisme Reaksi
Autisme ini biasanya mulai terlihat pada anak – anak usia lebih besar (6 – 7 tahun) sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga terjadi sejak usia minggu – minggu pertama. Penderita autisme reaktif ini bisa membuat gerakan – gerakan tertentu berulang – ulang dan kadang – kadang disertai kejang – kejang.
3. Autisme Yang Timbul Kemudian .

E. Kriteria Diagnosis Anak dengan Autisme
Depdiknas (2002) yang dikutip oleh Hadis (2006), mendeskripsikan karakteristik anak autis berdasarkan jenis masalah atau gangguan yang dialami oleh anak autis. Ada 6 jenis masalah atau gangguan yang dialami oleh anak autis, yaitu masalah komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, gangguan pola bermain, gangguan perilaku, dan gangguan emosi. Keenam jenis masalah atau gangguan ini masing – masing memiliki karakteristik. Karakteristik dari masing – masing jenis masalah/gangguan tersebut dideskripsikan sebagai berikut :
1. Masalah/gangguan di bidang komunikasi :
a. Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada. Anak nampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan bicara.
b. Terkadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
c. Mengoceh tanpa arti secara berulang – ulang, dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain.
d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau membeo (Echolalia).
e. Bila senang meniru, dapat menghafal kata – kata atau nyanyian yang didengar tanpa mengerti artinya.
f. Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata – kata) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
g. Senang menarik – narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang dia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.

2. Masalah/gangguan di bidang interaksi sosial :
a. Anak autis lebih suka menyendiri
b. Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari tatapan muka atau mata dengan orang lain.
c. Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang lebih tua dari umurnya.
d. Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.

3. Masalah/gangguan di bidang sensoris :
a. Anak autis tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
b. Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
c. Anak autis senang mencium –cium, menjilat mainan atau benda – benda yang ada disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut.

4. Masalah/gangguan di bidang pola bermain :
a. Anak autis tidak bermain seperti anak – anak pada umumnya.
b. Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman sebayanya.
c. Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.
d. Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar – putar.
e. Senang terhadap benda – benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda, dan sejenisnya.
f. Sangat lekat dengan benda – benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana – mana.

5. Masalah/gangguan di bidang perilaku :
a. Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
b. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti bergoyang –goyang, mengepakkan tangan seperti burung.
c. Berputar –putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan dengan bolak – balik, dan melakukan gerakan yang diulang – ulang.
d. Tidak suka terhadap perubahan.
e. Duduk bengong dengan tatapan kosong.

6. Masalah/gangguan di bidang emosi :
a. Anak autis sering marah – marah tanpa alasan yang jelas, tertawa – tawa dan menangis tanpa alasan yang jelas.
b. Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya.
c. Kadang agresif dan merusak.
d. Kadang – kadang menyakiti dirinya sendiri.
e. Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada disekitarnya atau didekatnya.

Rumusan diagnostik lain yang juga dipakai di seluruh dunia untuk menjadi panduan diagnosis adalah yang disebut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994, yang dibuat oleh grup psikiatri dari Amerika (Maulana,2007).
Untuk mempermudah pengertian, berikut sedikit pembahasan mengenai DSM-IV:
1) Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2) dan (3), dengan minimal dua gejala dari (1) dan masing-masing satu gejala dari (2) dan (3).
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada 2 gejala dari gejala di bawah ini :
a. Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai; kontak mata sangat kurang, ekspresi wajah kurang hidup, gerak – gerik yang kurang terfokus.
b. Tak bisa bermain dengan teman sebaya.
c. Tak dapat merasakan dengan apa yang dirasakan orang lain.
d. Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.

2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditunjukkan oleh minimal satu dari gejala – gejala di bawah ini :
a. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang (tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara).
b. Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.
c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan di ulang – ulang.
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang bisa meniru.

3. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang – ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala di bawah ini :
a. Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih – lebihan.
b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistic atau rutinitas yang tak ada gunanya.
c. Ada gerakan – gerakan yang aneh yang khas dan diulang – ulang.
d. Sering kali sangat terpukau pada bagian – bagian benda.

2) Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang : (1) interaksi sosial, (2) bicara dengan berbahasa, (3) cara bermain yang kurang variatif.

3) Bukan disebabkan oleh sindroma Rett Gangguan disintegratif Masa Kanak – kanak (Maulana, 2007).


F. Hambatan – hambatan dan gangguan yang Terjadi pada Anak Autis
Dari adanya tanda dan gejala yang tampak pada anak autis berdasarkan pendapat Masra (2005), berbagai masalah/gangguan atau hambatan pun muncul, diantaranya yaitu:
1. Hambatan kualitatif dalam interaksi sosial
Interaksi sosial pada anak autis diatur dibagi dalam 3 kelompok yaitu:
a. Menyendiri (aloof) : banyak terlihat pada anak-anak yang menarik diri, acuh tak acuh, dan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan perilaku serta perhatian yang terbatas (tidak hangat)
b. Pasif : dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola permainan disesuaikan dengan dirinya.
c. Aktif tetapi aneh : secara spontan akan mendekati anak lain namun seringkali tidak sesuai dan sering hanya sepihak.
Hambatan sosial pada anak autisme akan berubah sesuai dengan perkembangan usia. Biasanya, dengan bertambahnya usia maka hambatan tampak semakin berkurang.

2. Hambatan kualitatif dalam komunikasi verbal / non verbal dan dalam bermain.
Keterlambatan dan abnormalitas dalam berbahasa serta berbicara merupakan keluhan yang sering diajukan oleh para orang tua, sekitar 50 % mengalami sebagai berikut :
a. Bergumam yang biasanya muncul sebelum dapat mengucapkan kata-kata, mungkin tidak tampak pada anak autis.
b. Sering mereka tidak memahami ucapan yang diajukan pada mereka.
c. Biasanya mereka tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk menyampaikan keinginannya ; tetapi dengan mengambil tangan orang tuanya untuk mengambil objek yang dimaksud.
d. Mereka mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata serta kesukaran dalam menggunakan bahasa dalam konteks yang sesuai dan benar.
e. Bahwa satu kata mempunyai banyak arti mungkin sulit untuk dapat dimengerti oleh makna.
f. Anak autisme sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar sebelumnya tanpa maksud untuk berkomunikasi.
g. Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan terbalik, seperti “saya” menjadi kamu.
h. Penggunaan bahasa kiasan yang aneh.
i. Bahasa monoton, kaku dan menjemukan.
j. Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan emosi.
k. Komunikasi non verbal juga mengalami gangguan

Menurut Paul 1987, sekitar 50 % anak-anak autistik tidak pernah belajar bicara sama sekali. Sementara itu, pada mereka yang belajar bicara, bicaranya mencakup berbagai keanehan. Salah satu caranya adalah ekolalia, dimana si anak mengulangi, biasanya dengan ketepatan yang luar biasa, perkataan orang lain yang didengarnya (Masra,2005).
Ekolalia dibedakan menjadi 2 yaitu : (1) Ekolalia Langsung; jika si anak menirukan pembicaraan / perkataan orang lain saat itu juga, dan (2) Ekolalia Tertund; apabila si anak mendengar suatu perkataan dari televisi dan beberapa jam kemudian bahkan keesokan harinya si anak dapat mengulang satu kata atau kalimat dalam program televisi tersebut (Masra,2005).
Kata-kata ciptaan atau bahasa yang digunakan dengan cara tidak biasa, merupakan karakteristik dalam pembicaraan anak-anak autistik. Kelemahan komunikasi tersebut dapat menjadi penyebab kelemahan sosial pada anak-anak dengan autisme dan bukan sebaliknya. Meskipun demikian sekalipun mereka telah belajar berbicara, orang-orang dengan autisme seringkali kurang tepat dalam penggunaan bahasanya (Masra,2005).

3. Gangguan Kognitif
Hampir 75-80 % anak autis mengalami retardasi mental dengan derajat rata-rata sedang. Sebanyak 50 % dari idiot sefants, yakni anak dengan retardasi mental yang menunjukkan kemampuan luar biasa, seperti menghitung kalender, memainkan satu lagu hanya dari sekali mendengar, mengingat nomor-nomor telepon, dan sebagainya.

4. Gangguan Perilaku Motorik
Kebanyakan anak autisme menunjukkan adanya stereotip, seperti bertepuk-tepuk tangan dan menggoyangkan tubuh. Hiperaktif biasanya juga terutama pada usia prasekolah, namun sebaliknya dapat terjadi hipoaktif. Beberapa anak juga didapatkan gangguan pemusatan perhatian. Juga didapatkan adanya koordinasi motorik yang terganggu, kesulitan belajar mengikat tali sepatu, menyikat gigi, memotong makanan dan mengancing baju.

5. Respon Abnormal tehadap Perangsangan Indera
Beberapa anak menunjukkan Hipersensitivitas terhadap suara dan menutup telinganya bila mendengar suara yang keras seperti suara petasan, sirine polisi, gonggongan anjing. Mereka mungkin sangat sensitif terhadap sentuhan, ada juga anak yang tidak peka terhadap rasa sakit dan tidak menangis saat mengalami luka yang parah. Anak mungkin tertarik pada rangsangan indera tertentu seperti objek yang berputar.

6. Gangguan Tidur dan Makanan
Gangguan tidur berupa terbaliknya pola tidur, sering terbangun tengah malam. Gangguan makan berupa keengganan terhadap makanan tertentu karena tidak menyukai tekstur atau baunya.

7. Gangguan Afek dan Mood
Beberapa anak menunjukkan perubahan mood yang tiba-tiba, mungkin menangis atau tertawa tanpa alasan yang jelas. Sering tampak tertawa sendiri, dan beberapa anak tampaknya menjadi emosional. Rasa takut yang berlebihan kadang-kadang muncul terhadap objek yang sebetulnya tidak menakutkan.

8. Perilaku yang Membahayakan Diri Sendiri dan Agresifitas Melawan orang lain.
Ada kemungkinan mereka menggigit tangan atau jarinya sendiri sampai berdarah, membentur-benturkan kepala, mencabut, menarik rambutnya sendiri, atau memukul diri sendiri, begitu juga dengan tempertantrums (Masra, 2005).


G. Pemeriksaan Medis pada Anak Autis
Pemeriksaan medis yang dilakukan pada anak autisme adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan neutrologis, tes neutropsikologis, tes pendengaran, tes penglihatan, MRI (Magnetic Resonance Imaging), EEG (Electro Enchepalogram). Pemeriksaan sitogenetik, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan urine (Masra, 2005).
Berbagai langkah pemeriksaan tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui penyebabnya sehingga intervensi yang diberikan sesuai atau tepat.

H. Diagnosis Banding
Menurut Masra (2005), gangguan Autisme harus dibedakan dengan:
1. Retardasi Mental
Keterampilan sosial dan komunikasi verbal atau non verbal pada anak retardasi mental sesuai dengan usia mental mereka. Tes intelegensi biasanya menunjukkan suatu penurunan yang menyeluruh dari berbagai tes. Berbeda dengan anak autis yang hasil tesnya tidak menunjukkan hasil yang rata-rata sama. Kebanyakan anak dengan saraf retardasi yang berat dan usia mental yang sangat rendah menunjukkan tanda-tanda autisme yang khas, seperti gangguan dalam interaksi sosial, stereotip dan buruknya kemampuan berkomunikasi.

2. Schizofrenia
Kebanyakan anak dengan schizofrenia secara umum tampak normal pada saat bayi sampai usia 2 -3 tahun, dan baru kemudian muncul halusinasi, gejala yang tidak terdapat pada autisme. Biasanya anak dengan schizofrenia tidak retardasi mental, sedangkan pada autisme sekitar 75 – 80 % adalah retaradasi mental.

3. Gangguan Perkembangan Bahasa
Kondisi ini menunjukkan adanya gangguan pemahaman dan dalam mengekspresikan pembicaraan, namun komunikasi non verbalnya baik dengan memakai gerakan tubuh dan ekspresi wajah. Juga tidak ditemukan adanya stereotip dan gangguan yang berat dalam interaksi sosial.

4. Gangguan Penglihatan dan Pendengaran
Mereka yang buta dan tuli tidak akan bereaksi terhadap rangsang lingkungan sampai gangguannya terdeteksi dan memakai alat bantu khusus untuk mengoreksi kelainannya.

I. Prognosis Autisme
Walaupun kebanyakan anak autisme menunjukkan perbaikan dalam hubungan sosial dan kemampuan berbahasa seiring dengan meningkatnya usia, gangguan autisme tetap meninggalkan ketidak mampuan yang menetap. Mayoritas dari mereka tidak dapat hidup mandiri dan membutuhkan perawatan di institusi ataupun membutuhkan perawatan di institusi ataupun membutuhkan supervisi terus (Masra, 2005).

J. Penatalaksanaan atau Program Terapi pada Autisme
Menurut pendapat Masra (2005), ada banyak terapi yang bisa diterapkan semua bertujuan membantu penyandang autis mengejar ketertinggalannya. Seiring dengan meningkatnya jumlah kaum autis, kian bervariasi pula cara pendekatan yang dilakukan untuk menanggulanginya. Masing - masing pendekatan ini tentu saja tergantung dari profesi sosok yang ditangani si penyandang autisme. Seorang psikologi contohnya, mungkin cenderung melatih terapi tingkah laku. Sementara psikiatri atau dokter menerapkan terapi biomedikasi.
Mengingat penyebab pasti autisme belum diketahui dan sifatnya sangat individu, penanganannya tidak diarahkan untuk menghilangkan sumber masalah. Artinya autisme berbeda dengan penyakit TBC misalnya yang harus dibasmi keenam kuman tertentu yang menjadi penyebabnya. Sementara autisme merupakan gangguan kompleks yang tidak bisa semata-mata berpatok pada hasil pemeriksaan laboratorium. Jadi semakin dini terdeteksi dan mendapat penanganan yang tepat akan dapat tercapai hasil yang optimal.
Berbagai macam program terapi yang bisa diterapkan pada anak autisme, diantaranya yaitu :
1. Pendekatan Edukatif
Anak dengan autisme seharusnya mendapat pendidikan khusus. Rencana pendidikan sebaiknya dibuat secara individual sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Yang terbaik bagi mereka adalah suatu bentuk pelatihan yang sangat terstruktur, sehingga kecil kesempatan bagi anak untuk melepaskan diri dari teman-temannya, dan guru akan segera bertindak bila melihat anak melakukan aktivitas sendiri. Dalam pelajaran bahasa, anak lebih mudah mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi bila fokus pembicaraan mengenai hal-hal yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Pada beberapa anak bisa dicoba dengan melatih bahasa isyarat

2. Psikoterapi
Psikoterapi individual dapat membantu mereka mengatasi kecemasan / depresi maupun perasaan tertekan karena merasa dirinya berbeda dengan orang lain. Tepatnya, yang bersangkutan akan diajarkan berperilaku sosial yang tepat. Dengan demikian, depresi sosialnya yang kaku dan terbatas, diharapkan dapat diatasi secara perlahan. Konseling kelompok ini sebaiknya diberikan ketika diagnosis autisme pertama kali diberikan hingga akan memberi manfaat pada orang tua untuk membantu menerima kenyataan pahit tersebut.

3. Terapi Tingkah Laku
Dasar pemikirannya, perilaku yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan bisa dikontrol / dibentuk dengan sistem reward dan punishment. Pemberian reward akan meningkatkan frekuensi munculnya perilaku yang diinginkan, sedangkan punishment akan menurunkan frekuensi munculnya perilaku yang tidak diinginkan.
Salah satu metode yang berbasis paham behavioristik ini adalah metode lovaas yang aslinya disebut Applied Behavioristik Analysis (ABA) ini adalah metode. Hal penting yang perlu diingat mengenai terapi tingkah laku adalah pendekatan yang bersifat individual. Artinya anak yang akan mengikuti terapi ini harus dianalisis dulu, tingkah laku apa saja yang ditampilkan saat ini. Kelebihannya, terapi ini dapat diberikan pada siapa saja, bahkan pada anak yang masih sangat muda usianya.

4. Terapi Biomedikasi
Terapi ini menggunaan bantuan obat-obatan untuk mengontrol gejala autisme. Yang jelas terapi ini tidak dimaksudkan untuk mengoreksi kelaian susunan syaraf yang ditemukan pada penyandang autis. Melainkan memanipulasi kerja neurotransmitter agar penyandang autis berperilaku normal. Pemberian obatpun bersifat sementara, artinya hanya digunakan saat perkembangan si anak terganggu. Karena anak penyandang autis masih dalam tahap tumbuh kembang sehingga bila sel otak anak yang baru sudah menggantikan fungsi sel otak yang rusak maka obat-obatan tidak diperlukan lagi.
Dosis terendah digunakan untuk mempertahankan terapi dan perlu juga diikuti oleh "drug holiday" yaitu waktu-waktu bebas obat. Tujuannya yaitu untuk mengistirahatkan tubuh dari kerja obat. Selama mengikuti terapi ini tekanan darah, denyut jantung, kandungan obat dalam darah, jumlah sel darah, fungsi liver dan ginjal serta tinggi dan berat badan harus dikontrol. Bila pemberian dengan dosis tertentu menunjukkan perbaikan (improvement) dalam perilaku yang terkontrol obat tertentu maka setelah waktu tertentu dosisnya akan diturunkan. Jika setelah dosisnya diturunkan anak menunjukkan gejala yang meningkat biasanya dosis akan kembali dinaikkan dan harus dipantau
Obat-obatan yang digunakan antara lain :
a. Antipsikotik : Untuk memblok reseptor dopamin.
b. Fenfluramine : Untuk menurunkan serotinin
c. Nalfresone : Untuk antagoniss opioida
d. Simpatomimetik : Untuk menurunkan hiperaktivitas
e. Clompramine : Untuk anti depresi
f. Clonidine : Untuk menurunkan aktivitas moradrenergik

Selain terapi diatas ada terapi tambahan lainnya yaitu, terapi wicara, terapi sensori integration, terapi musik, terapi diet, dll

KONSEP TERAPI MUSIK

oleh : erfandi


A. Pengertian
Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spritual. Dalam kedokteran, terapi musik disebut sebagai terapi pelengkap (Complementary Medicine), Potter juga mendefinisikan terapi musik sebagai teknik yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu. Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat disesuai dengan keinginan, seperti musik klasik, intrumentalia, slow music, orkestra, dan musik modern lainnya. Tetapi beberapa ahli menyarankan untuk tidak menggunakan jenis musik tertentu seperti pop, disco, rock and roll, dan musik berirama keras (anapestic beat) lainnya, karena jenis musik dengan anapestic beat (2 beat pendek, 1 beat panjang dan kemudian pause) merupakan irama yang berlawanan dengan irama jantung. Musik lembut dan teratur seperti intrumentalia dan musik klasik merupakan musik yang sering digunakan untuk terapi musik (Potter, 2005)

B. Manfaat Musik
Menurut Spawnthe Anthony (2003), musik mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Efek Mozart, adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa dihasilkan sebuah musik yang dapat meningkatkan intelegensia seseorang.
2. Refresing, pada saat pikiran seseorang lagi kacau atau jenuh, dengan mendengarkan musik walaupun sejenak, terbukti dapat menenangkan dan menyegarkan pikiran kembali.
3. Motivasi, adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan “feeling” tertentu. Apabila ada motivasi, semangatpun akan muncul dan segala kegiatan bisa dilakukan.
4. Perkembangan Kepribadian. Kepribadian seseorang diketahui mempengaruhi dan dipengaruhi oleh jenis musik yang didengarnya selama masa perkembangan.
5. Terapi, berbagai penelitian dan literatur menerangkan tentang manfaat musik untuk kesehatan, baik untuk kesehatan fisik maupun mental. Beberapa gangguan atau penyakit yang dapat ditangani dengan musik antara lain : kanker, stroke, dimensia dan bentuk gangguan intelengisia lain, penyakit jantung, nyeri, gangguan kemampuan belajar, dan bayi prematur.
6. Komunikasi, musik mampu menyampaikan berbagai pesan ke seluruh bangsa tanpa harus memahami bahasanya. Pada kesehatan mental, terapi musik diketahui dapat memberi kekuatan komunikasi dan ketrampilan fisik pada penggunanya.

C. Prosedur Terapi Musik
Terapi musik tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi, walau mungkin membutuhkan bantuannya saat mengawali terapi musik. Untuk mendorong peneliti menciptakan sesi terapi musik sendiri, berikut ini beberapa dasar terapi musik yang dapat anda gunakan untuk melakukannya.
1. Untuk memulai melakukan terapi musik, khususnya untuk relaksasi, peneliti dapat memilih sebuah tempat yang tenang, yang bebas dari gangguan. Peneliti dapat juga menyempurnakannya dengan aroma lilin wangi aromaterapi guna membantu menenangkan tubuh.
2. Untuk mempermudah, peneliti dapat mendengarkan berbagai jenis musik pada awalnya. Ini berguna untuk mengetahui respon dari tubuh responden. Lalu anjurkan responden untuk duduk di lantai, dengan posisi tegak dan kaki bersilangan, ambil nafas dalam – dalam, tarik dan keluarkan perlahan – lahan melalui hidung.
3. Saat musik dimainkan, dengarkan dengan seksama instrumennya, seolah – olah pemainnya sedang ada di ruangan memainkan musik khusus untuk responden. Peneliti bisa memilih tempat duduk lurus di depan speaker, atau bisa juga menggunakan headphone. Tapi yang terpenting biarkan suara musik mengalir keseluruh tubuh responden, bukan hanya bergaung di kepala.
4. Bayangkan gelombang suara itu datang dari speaker dan mengalir ke seluruh tubuh responden. Bukan hanya dirasakan secara fisik tapi juga fokuskan dalam jiwa. Fokuskan di tempat mana yang ingin eneliti sembuhkan, dan suara itu mengalir ke sana. Dengarkan, sembari responden membayangkan alunan musik itu mengalir melewati seluruh tubuh dan melengkapi kembali sel – sel, melapisi tipis tubuh dan organ dalam responden.
5. Saat peneliti melakukan terapi musik, responden akan membangun metode ini melakukan yang terbaik bagi diri sendiri. Sekali telah mengetahui bagaimana tubuh merespon pada instrumen, warna nada, dan gaya musik yang didengarkan, responden dapat mendesain sesi dalam serangkaian yang telah dilakukan sebagai hal yang paling berguna bagi diri sendiri.
6. Idealnya, peneliti dapat melakukan terapi musik selama kurang lebih 30 menit hingga satu jam tiap hari, namun jika tak memiliki cukup waktu 10 menitpun jadi, karena selama waktu 10 menit telah membantu pikiran responden beristirahat (Pandoe,2006).

D. Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Terapi Musik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam terapi musik :
1. Hindari interupsi yang diakibatkan cahaya yang remang-remang dan hindari menutup gorden atau pintu.
2. Usahakan klien untuk tidak menganalisa musik, dengan prinsip nikmati musik ke mana pun musik membawa.
3. Gunakan jenis musik sesuai dengan kesukaan klien terutama yang berirama lembut dan teratur. Upayakan untuk tidak menggunakan jenis musik rock and roll, disco, metal dan sejenisnya. Karena jenis musik tersebut mempunyai karakter berlawanan dengan irama jantung manusia.

E. Terapi Musik Klasik untuk Anak Autis
Usia antara 2 – 5 tahun adalah usia yang sangat ideal untuk memulai menangani autisme (Hadis,2006). Salah satu bentuk penanganan terhadap autis adalah terapi musik yang kini banyak dipakai untuk anak – anak autis dan mereka yang memiliki kesulitan belajar. Spesialis musik terapi, Robbin, nordoff dalam Holmes (2003) mengklaim bahwa anak yang frustasi, seperti halnya anak autis, energinya akan meningkat ketika bermain musik.
Hal senada dituturkan oleh seorang psikolog, Alfa handayani dalam Hidayat (2003) “Musik mampu meningkatkan pertumbuhan otak anak karena musik itu sendiri merangsang pertumbuhan sel otak. Musik bisa membuat kita rileks dan senang hati, yang merupakan emosi positif. Emosi positif inilah membuat fungsi berfikir seseorang menjadi maksimal”. Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik (Christanday,2007).
Salah satu Trend & Issue saat ini mengenai terapi musik klasik adalah efek Mozart. Campbell mendefinisikan efek Mozart sebagai berikut ; “The Mozart Effect is an inclusive term signifying the transformational powers of music in health, education, and well-being. It represents the general use of music to reduce stress, depression, or anxiety; induce relaxation or sleep; activate the body; and improve memory or awareness. Innovative and experimental uses of music and sound can improve listening disorder, dyslexia, attention deficit disorder, autism, other mental and physical disorders.