18 Januari 2009

ASMA BRONKIAL (2)

Asma Bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajadnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
Pengertian lain dari asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel di mana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi.
Prinsip yang mendasari asma menurut beberapa definisi diatas adalah bahwa pada asma bronkial ini terjadi penyempitan bronkus yang bersifat reversible yang terjadi oleh karena bronkus yang hiperaktif mengalami kontaminasi dengan antigen. Asma bronkial juga bisa dikatakan suatu sindroma yang ditandai dengan adanya sesak nafas dan wheezing yang disebabkan oleh karena penyempitan menyeluruh dari saluran nafas intra pulmonal.

Klasifikasi
Asma diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu alergik, tipe non alergik (asma idiopatik) dan tipe gabungan. Asma bronkial tipe alergik ditandai dengan adanya keluhan yang ada hubungannya dengan pemaparan terhadap alergen-alergen yang dikenal, misalnya serbuk sari, bulu binatang, marah, makanan dan jamur. Asma alergik biasanya timbul sejak masa kanak-kanak, pada famili ada yang menderita asma, dan riwayat medik masa lalu ekzema atau rinitis alergik. Anak-anak dengan asma alergik sering dapat mengatasi kondisi sampai usia remaja.
Asma Bronkial tipe non alergik (asma idiopatik) ditandai dengan keluhan yang tidak ada hubungannya dengan paparan terhadap alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologis seperti aspirin, pewarna rambut, antagonis beta-adrenergik, dan agen sulfit (pengawet makanan) juga mungkin menjadi faktor. Serangan biasanya lebih berat seiring dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien mungkin mengalami asma tipe ketiga, yaitu asma gabungan. Asma gabungan ini merupakan tipe yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik tipe alergik dan tipe idiopatik.

Tingkatan Asma
Tabrani Rab membedakan tingkatan asma dalam tiga tingkatan, yaitu asma bronkial intermitten, status asmatikus, dan asma emergency. Asma Bronkial intermitten adalah asma dimana di luar serangan tidak menimbulkan gejala, pada pemeriksaan faal pau tanpa provokasi normal. Meskipun tidak begitu berat, asma intermitten ini cukup mengganggu aktifitas sehari-hari. Tingkatan kedua adalah status asmatikus. Serangan asma pada tingkatan ini sangat berat. Asma pada tingkatan ini tidak dapat diatasi dengan obat-obatan konvensional. Tingkatan ketiga adalah asma emergency. Asma pada tingkatan ini dapat menyebabkan kematian. Saluran jalan nafas pada pasien asmatikus emergency terlalu sensitif, yang diperparah lagi dengan adanya faktor pencetus yang terus menerus.
Penilaian beratnya asma diperlukan untuk memulai pengobatan, karena derajat beratnya asma akan menentukan jenis dan dosis obat yang akan dipakai. Berdasarkan panduan, derajat beratnya asma ditentukan oleh frekuensi gejala asma, frekuensi bangun malam serta beratnya gangguan fungsi paru. Beratnya gangguan fungsi paru dinilai berdasarkan persentase (%) nilai prediksi APE (arus puncak ekspirasi), atau nilai terbaik APE pasien tersebut.

Patofisiologi
Ciri khas pada asma bronkial adalah terjadinya penyempitan bronkus, yang disebabkan oleh spasme atau konstriksi otot-otot polos bronkus, pembengkakan atau edema mukosa bronkus, dan hipersekresi mukosa / kelenjar bronkus. Saluran nafas yang sering terserang adalah bronkus dengan ukuran 3-5 mm, tetapi distribusinya meliputi daerah yang luas. Walaupun asma pada prinsipnya adalah suatu kelainan pada jalan pernafasan, akan tetapi dapat pula menyebabkan gangguan pada bagian fungsional paru.
Smeltzer (2002) menjelaskan lebih lanjut menambahkan bahwa otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar. Sputum yang kental banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi dengan udara terperangkap dalam jaringan paru. Ketiga faktor tersebut selanjutnya dapat menimbulkan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis pernafasan pada tahap yang sangat lanjut.

Gejala Klinik
Pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis. Sedangkan pada waktu serangan, penderita tampak sesak nafas (nafas cepat dan dalam), nafas cuping hidung, nafas berbunyi (wheezing), batuk, sianosis, penggunaan otot bantu pernafasan, tekanan darah dan nadi meningkat. Selama serangan asma, udara terperangkap karena spasme dan mukus memperlambat ekspirasi. Hal ini menyebabkan waktu menghembuskan udara lebih lama. Pasien tampak gelisah, duduk dengan tangan menyangga ke depan, serta tampak otot-otot bantu pernafasan yang bekerja dengan keras. Sebagian penderita juga bisa mengalami nyeri dada. Gejala-gejala ini tidak harus terjadi bersama-sama, tergantung berat ringannya tingkatan asma penderita.

Penyuluhan/Edukasi
Secanggih apapun obat antiasma yang diberikan kepada pasien atau sebaik apapun panduan yang diperkenalkan tidak akan berhasil guna bila tidak ada kerjasama dengan pasien. Pasien mungkin berobat tidak teratur atau tidak menggunakan obat sesuai dengan yang kita kehendaki karena pasien tidak mengetahui baik tujuan pengobatan maupun cara menggunakan obat. Oleh karena itu penyuluhan kepada pasien harus dilakukan setiap kali kunjungan ke dokter.
Beberapa topik yang sebaiknya diketahui pasien antara lain mengenal asma dan dampaknya, mengenal pencetus asma dan cara menghindari, mengetahui perbedaan antara obat pelega dan pencegah, mengetahui cara pemakaian obat dengan benar, dan mengetahui cara memantau penyakitnya dan tahu kapan harus menghubungi dokter atau rumah sakit kalau penyakitnya memburuk. Asma adalah penyakit kronik yang sewaktu-waktu mengalami eksaserbasi, sehingga partisipasi pasien dalam mengelola penyakitnya sangat besar. Memberikan bekal pengetahuan dan ketrampilan mengobati penyakitnya tidak saja kita dapat meringankan penyakitnya tetapi sering kita dapat mencegah kematian yang tidak seharusnya terjadi (Sundaru, 2001).
Ada beberapa hal yang harus diketahui penderita asma tentang kondisi-kondisi dimana diperlukan rujukan dokter ahli, khususnya pada keadaan serangan asma berat yang mengancam jiwa atau penderita yang diragukan kemampuan mengatasi serangannya. Jika terdapat hal-hal yang dapat memperberat asma penderita, seperti sinusitis, polip hidung, aspergilosis, rinitis berat, penderita harus segera ke dokter ahli. Kondisi lain yang memerlukan penanganan dokter ahli adalah apabila penderita tidak memberikan respons pengobatan yang optimal, atau penyakit asma dengan keadaan-keadaan khusus, seperti kehamilan, operasi, aktivitas fisik, sinusitis, rinitis, polip hidung, asma karena pekerjaan, infeksi paru, dan refluks gastroesofagitis.